Tugas
JURNALISTIK MEDIA ONLINE
” CITIZEN JOURNALISM DAN JURNALISME MEDIA SOSIAL”



           OLEH :
   KELOMPOK 2
                             1. LINDSA MANUARA (C1D318023)
                             2. RESKI (C1D318013)
                             3. RYSHANTI SEPTIANA.S (C1D318031)
                             4. WD.UUN MERLINA (C1D318001)
                             5. HARLAN (C1D318117)
                             6. MUH. ICANG (C1D318043)
                             7. WD. MUSLIMAH (C1D318111)
                             8. LUTFIAH NUR FADILLAH (C1D318073)





JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO



KENDARI

2020



A. Jurnalisme Warga (Citizen Journalism)

Jurnalisme warga  (citizen journalism) adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Dalam jurnalisme warga, masyarakat tidak hanya menjadi konsumen media tapi juga bisa terlibat dalam proses pengelolaan informasi itu sendiri.
Pelibatan itu meliputi membuat, mengawasi, mengoreksi, menanggapi, atau sekadar memilih informasi yang ingin dibaca. Karena itu, dikatakan bahwa jurnalisme warga tidak hanya memberi tempat tapi juga menyarankan dan mendorong pembaca untuk terlibat di dalamnya. Contoh-contoh jurnalisme warga misalnya kompasiana, babe, wikipedia, plimbi, rubik.okezone.com, Indonesiana, Pasangmata, youtube dsb.

B. Sejarah Jurnalisme Warga

Perkembangan jurnalisme warga didunia sudah sejak lama sedangkan di indonesia sendiri pertama kali di tahun 2004 saat tsunami di Aceh, kemudian video Bom Bali dan terakhir video Gayus Tambunan pada saat nonton pertandingan tennis di Bali. Jenis media yang dijadikan wadah citizen journalism semisal, blog, facebook, twitter, forum, mailing list dan sebagainya.

Sejak rezim orde baru ditumbangkan dengan mundurnya presiden soeharto, di indonesia mulai berlaku system reformasi, dimana sendi-sendi reformasi ditegakan. Reformasi berdasarkan demokrasi adalah harapan segenap warga untuk menuju indonesia yang sejahtera. 

Di sini pers mengambil bagian dalam menegakan demokrasi, bahkan pers disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Kedua hal ini lah yang melatari berkembangnya sebuah sisi jurnalisme baru, yaitu citizen journalism atau jurnalisme warga.

Orang-orang mulai berani mengemukakan pikirannya karena kemudahan yang ditawarkan oleh dunia maya, dibandingkan dengan media massa lain, jaringan internet memiliki akses mudah, cepat, dan dapat dibaca oleh semua orang. Tulisan yang ditampilkan tidak berasal dari wartawan ataupun penulis professional yang telah berpengalaman, tetapi orang-orang yang mau mengemukakan pikirannya. Karena setiap individu memiliki hak untuk tahu dan memberitahukan.

Sejak awal tahun 90-an, jurnalisme warga telah hadir diberbagai stasiun radio dengan program talkshow yang disajikan oleh stasiun tersebut. Namun, pada saat itu pemerintah melarang menyiarkan program berita. Lalu, stasiun radio tersebut mengusung program siaran informasi.

Pada program siarannya, stasiun radio tersebut (diantaranya adalah Radio Mara 106,7 FM di Bandung yang menjadi pionir siaran seperti ini) menyiarkan acara talkshow yang mengajak pendengar untuk aktif berpartisipasi melalui telepon untuk menyampaikan informasi maupun pendapat tentang sebuah topik hangat.

Sejak digulirkannya program Citzen Journalism oleh beberapa media baru-baru ini. Pers semakin berkembang kearah persuasif /pendekatan terhadap berita maupun jurnalis. Dimana warga biasa bisa menjadi wartawan untuk ikut berperan dalam mewartakan suatu peristiwa atau kejadian sehingga jarak antar media dan masyarakat sangat erat berdampingan.

Mereka adalah jurnalis yang benar-benar berkarya tanpa pamrih meskipun sekalipun tulisan mereka tidak pernah mendapat imbalan apa-apa. Tapi mereka benar-benar kesatria pena yang menulis sesuai hati nurani dan kebenaran.

C. Sarana Jurnalisme Warga

Masih ingat, saat salah seorang warga merekam vidio tentang bencana Tunami Aceh pada tahun 2004 lalu? Sangat membuka mata mana kala seorang wartawan tidak bisa menampilkan kejadian. Di era dimana peralatan komunikasi, data dan informatika sudah semakin canggih, setiap orang dengan mudah dapat menjadi seorang Pewarta, yang tidak lain adalah juga merupakan jenis dari Wartawan.

Perkembangan sosial media, baik itu mikroblogging atau blog yang bisa menyajikan konten berupa tulisan, photo, dan video bisa menjadi sarana warga untuk menjadi jurnalis. Sehingga kini Siapa yang berpikir bahwa sebuah berita hanya dikuasai oleh seorang jurnalis? Tentunya tidak. Saat ini didukung pula dengan perkembangan teknologi dan demokrasi modern, terdapat istilah “Semua Orang Bisa Berbicara”.

Hal inilah yang sebenarnya memberikan peluang untuk kita menjadi terkenal. Ini di dukung pula atas Media berita konvesional itu terbatas dalam jumlah jurnalisnya, sehingga kadang ada peristiwa yang tak bisa terliput.
Dan warga atau citizen itu ada dimana-mana yang kadang bisa melihat suatu peristiwa secara langsung. Warga atau citizen bisa menjadi sumber informasi dan penyebar informasi.

D. Jurnalisme Media Sosial

Jurnalisme media sosial merupakan pelaporan berita yang dilakukan jurnalis melalui media sosial. Jurnalisme media sosial dikenal juga dengan istilah social media journalism. Jurnalisme media sosial muncul karena khalayak sering mengakses media sosial. Para jurnalis mempublikasikan berita di media sosial supaya khalayak dapat menerima berita selagi mengakses media sosial.
Namun, perbedaan mendasar antara jurnalisme media sosial dengan jurnalisme warga (citizen journalism) bukan terletak pada penyampaian informasinya.
Kedua jenis jurnalisme itu dapat sama-sama menggunakan teknologi atau media online sebagai sarana dalam penyampaian informasi, yaitu dapat melalui website atau media sosial.
Letak pembeda paling dasar terletak pada kemampuan dari jenis jurnalisme tersebut, jurnalisme warga menurut Duffy, Thorson, dan Jahng merupakan seorang individu yang bukan ahli di bidang jurnalistik, tetapi dapat mencari dan mengolah berita yang kemudian dapat dipublikasikan. Sedangkan, jurnalisme media sosial merupakan seseorang yang ahli di bidang jurnalistik, yang kemudian membagikan kontennya melalui media daring.[2]
Media berita, baik konvensional maupun alternatif, kini dapat menyampaikan berita melalui sosial media. Hal itu merupakan dampak dari semakin berkembangnya teknologi. Salah satu contohnya ialah harian kompas.
Contoh Jurnalisme Media Sosial
Harian kompas dalam akun Instagramnya, yakni hariankompas, mengunggah berbagai macam foto dan video yang menampilkan berita-berita yang dimuat di surat kabar Kompas. Tentu saja, tidak semua berita ditampilkan di akun tersebut. Hanya berita-berita terpilih yang ditampilkan. Hal itu bertujuan untuk menarik minat pengikut akun hariankompas untuk membaca surat kabar media itu.
Selain KOMPAS, media Kumparan juga memanfaatkan media sosial dengan tujuan serupa. Media tersebut mengunggah video mengenai berita yang kini sedang hangat di masyarakat.
Ada pula jurnalis yang mengunggah kegiatan liputannya ke sosial media. Salah satu contohnya ialah jurnalis KOMPAS TV Ferry Irawan. Ia mengunggah kegiatan liputannya ke akun instagramnya yang bernama “ferry.irawan_”. Unggahan tersebut berupa foto maupun video.
Analisis contoh jurnalisme media sosial
Contoh-contoh di atas merupakan jurnalisme sosial media. Berbeda dengan jurnalisme warga yang dapat disampaikan oleh siapapun, jurnalisme sosial media merupakan laporan yang dilaporkan oleh seseorang atau media yang sudah terverifikasi sebagai jurnalis. Hanya saja, laporan atau berita itu dilaporkan melalui media sosial.
Berita yang dimuat pun tidak lengkap. Akan tetapi, media atau jurnalis akan memberi tautan supaya pembaca bisa membaca berita versi lengkap. Selain itu, pengunggah pun menyediakan informasi dimana berita tersebut dimuat, apabila berita yang disebarkan bukan versi online.
Dampak yang dirasakan audiens adalah peningkatan transparansi. Audiens bisa langsung menilai kebenaran berita tersebut. Audiens juga dapat langsung berinteraksi dengan media atau jurnalis mengenai berita yang disebarkan. Artinya, terjadi perubahan komunikasi, yang dulu hanya searah, kini menjadi dua arah. Audiens kini menjadi penikmat aktif, bukan penikmat pasif.
Di sisi lain, jurnalisme media sosial juga dapat memberi dampak negatif. Salah satunya berkaitan dengan transparansi. Meski berita dapat lebih cepat diperiksa kebenarannya, kehadiran media abal-abal membiaskan hal ini. Media abal-abal dapat dengan mudah masuk kepada pembaca melalui media sosial. Hal ini tentu berakibat buruk. Berita palsu hoaks mudah tersebar melalui media ini. Oleh karena itu, penting bagi pembaca untuk mengecek dan memastikan akun yang menyebarkan berita merupakan akun yang tepercaya.
Adanya jurnalisme media sosial juga dapat mengurangi anonimitas berita. Artinya, semua pembaca atau penonton tahu siapa yang menyebarkan berita. Apabila demikian, tentu tidak menutup kemungkinan berkurangnya berita bohong yang tersebar. Akan tetapi, kembali lagi pada pembaca apakah berita yang mereka nikmati merupakan berita dari sumber tepercaya atau tidak.
Di sisi lain, jurnalis pun tidak bisa membuat dan memuat berita bohong. Alasan utama ialah apabila jurnalis menyebarkan berita bohong, maka kredibilitasnya akan turun dan dipertanyakan. Selain itu, kredibilitas media di mana tempat jurnalis itu bekerja akan semakin dipertanyakan. Hal ini tentu akan merugikan jurnalis dan media itu sendiri. Lebih jauh lagi, hal ini didukung dengan komunikasi dua arah ketika jurnalis memanfaatkan jurnalisme media sosial.












Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMAPARAN PANDANGAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DI DUNIA JURNALISTIK